Tanggal : 11/1/2016 7:37:00 PM
Sumber : Republika
Penulis : Nidia Zuraya
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik merilis nilai tukar petani (NTP) nasional
pada Oktober lalu mengalami penurunan
0,3 persen dibanding bulan sebelumnya, menjadi 101,71. Kepala BPS
Suhariyanto menyebutkan, penurunan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima
Petani (It) mengalami penurunan sebesar 0,22 persen. Sedangkan Indeks Harga
yang Dibayar Petani (Ib) naik sebesar 0,07 persen.
NTP, lanju Suhariyanto, adalah salah satu indikator
untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan. NTP juga
menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk petanian dengan barang dan
jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Artinya, semakin tinggi NTP
maka secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan daya beli petani. Penurunan
NTP bulan Oktober ini, menurut Suhariyanto, dipengaruhi oleh turunnya NTP
subsektor hortikultura sebesar 0,52 persen. Sementara penurunan di subsektor
peternakan sebesar 1,3 persen dan perikanan juga menurun 0,21 persen.
Subsektor yang mengalami kenaikan NTP adalah tanaman
pangan dan perkebunan rakyat dengan masing-masing kenaikan sebesar 0,03 dan 0,5
persen. Sementara itu, adanya perubahan Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT)
mencermikan adanya inflasi di perdesaan. Secara nasional, inflasi di perdesaan
mencapai 0,04 persen yang andil terbesar disumbang oleh kelompok makanan.
"Penurunan NTP terbesar di Sulawesi Utara. Kenaikan NTP tertinggi di
Sulawesi Barat. Sedangkan inflasi perdesaan tertinggi ada di Sumatera Utara dan
deflasi perdesaan tertinggi di Gorontalo," kata Suhariyanto.