18 Juli 2024 | Kegiatan Statistik Lainnya
Tulisan ini merupakan bagian dari koleksi Opini Seputar Data Statistik (ORASTIK) oleh pegawai BPS Kota Gorontalo
Oleh : Nurul Abidah, Erwin Tanur
Badan Pusat Statistik Kota Gorontalo, Pusat Pendidikan dan Pelatihan BPS RI
ABSTRAK
Permasalahan
ketimpangan gender menghambat peluang untuk meraih kesempatan ekonomi yang
penuh sehingga diduga berhubungan dengan inklusivitas ekonomi. Di Indonesia,
salah satu provinsi yang mengalami permasalahan ketimpangan gender dan
inklusivitas ekonomi adalah Provinsi Gorontalo. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat pengaruh ketimpangan gender terhadap pembangunan ekonomi inklusif di
provinsi Gorontalo. Indikator ketimpangan gender yang digunakan adalah Indeks
Pembangunan Gender (IPG) sementara inklusivitas ekonomi diproksi dengan Indeks
Pembangunan Ekonomi Inklusif (IPEI). Studi dengan menggunakan
Analisis Regresi Panel menemukan bahwa dengan
tingkat signifikansi 5%, terdapat pengaruh signifikan ketimpangan gender
terhadap inklusivitas ekonomi. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi
kesetaraan gender (semakin kecil ketimpangan) maka semakin tinggi pertumbuhan
ekonomi inklusif. Selan itu, studi juga menemukan pengaruh positif sumbangan
pendapatan perempuan terhadap pertumbuhan ekonomi yang menandakan bahwa pencapaian kesetaraan gender untuk meningkatkan
inklusivitas ekonomi dapat dilakukan salah satunya dengan mendorong perempuan
untuk menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi.
Kata Kunci : Ketimpangan, Gender, Inklusivitas, Ekonomi
1. PENDAHULUAN
Kesetaraan Gender dijadikan tujuan dalam
Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya poin no 5 yang
berbunyi “Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Kaum Perempuan”. Gender
diartikan sebagai hasil dari praktik-praktik sosial yang menciptakan
perbedaan peran, relasi kuasa, dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan
(Raewyn Connell, 1987). Konsep mengenai gender penting untuk dipahami karena
memengaruhi kontribusi dalam tatanan berbagai bidang kehidupan bernegara.
Kesetaraan gender mengimplikasikan bahwa perempuan dan laki-laki menikmati
status yang sama, dan memiliki kondisi dan potensi yang sama untuk
merealisasikan hak-haknya sebagai manusia dan berkontribusi pada pembangunan
nasional, politik, ekonomi, sosial, dan budaya (Sitorus, 2016).
Indonesia memiliki visi jangka Panjang bernama
Indonesia Emas 2045. Tujuannya adalah mengubah Indonesia sebagai negara maju
dan berdaulat serta kuat di berbagai aspek termasuk ekonomi, sosial, budaya dan
politik. Sayangnya, permasalahan kesetaraan gender masih terjadi di
Indonesia. Diskriminasi terhadap gender menimbulkan permasalahan yang disebut
dengan ketimpangan gender. Indeks Pembangunan Gender (IPG) mengukur
ketidakadilan pencapaian laki-laki dan perempuan dengan membandingkan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) laki-laki dan perempuan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak bersama Badan Pusat Statistik (2016) mengungkapkan bahwa
IPG digunakan untuk menunjukkan gambaran kesenjangan gender pada berbagai
aspek seperti kesehatan, pendidikan, maupun ketenagakerjaan
Kesetaraan gender terjadi ketika angka IPG berada
pada nilai 100. Semakin jauh angka IPG dari 100, maka semakin besar ketimpangan
gender yang terjadi, begitupun sebaliknya. Menurut data dari Badan Pusat
Statistik (2023), nilai IPG Indonesia masih berada jauh dibawah 100, menandakan
masih ada ketimpangan gender, dimana pencapaian perempuan lebih rendah
dibandingkan laki-laki. Disamping itu, meski makin mengalami peningkatan
mendekati 100, perkembangan yang terjadi relatif lambat dalam 10 tahun
terakhir, dibandingkan banyak negara di dunia yang lebih gencar meningkatkan
Indeks Pembangunan Gendernya. Hal ini mengisyaratkan bahwa permasalahan
ketimpangan gender di Indonesia masih terjadi, dan untuk turut mewujudkan
Indonesia Emas 2045, perlu diberikan perhatian untuk penyelesaiannya.
Kondisi IPG yang berada di bawah 100 terjadi pada
seluruh wilayah di Indonesia, salah satunya adalah provinsi Gorontalo. Pada
tahun 2022, IPG Provinsi Gorontalo berada pada urutan 6 terendah dengan angka
88,12 (BPS, 2023). Hal ini menandakan bahwa IPM perempuan di provinsi Gorontalo
berada di bawah IPM laki-laki. Nilai IPG Gorontalo jauh lebih kecil
dibandingkan IPG nasional, dan ranking yang sama juga terjadi dalam lima tahun
terakhir, menandakan isu ketimpangan gender masih terus terjadi dan
menjadi permasalahan yang urgen di provinsi Gorontalo.
BPS (2023) juga menghasilkan ukuran lain yang
disebut dengan Indeks Ketimpangan Gender (IKG), dimana penghitungannya
melibatkan dimensi kesehatan wanita, pemberdayaan, serta pasar tenaga kerja.
IKG Indonesia selama 5 tahun terakhir mengalami penurunan yang menandakan
adanya upaya perbaikan dalam ketimpangan gender. Meski begitu, jika dilihat
menurut kabupaten/kota, masih terdapat dua kabupaten/kota yang mengalami
kemunduran ditandai dengan peningkatan nilai IKG. Perbaikan ketimpangan gender
belum terjadi di seluruh kabupaten/kota di Gorontalo, sehingga masih dibutuhkan
upaya untuk jalan keluar permasalahan ini.
Ketimpangan gender merupakan permasalahan yang
melibatkan manusia yang sekaligus berperan sebagai agen pembangunan. Teori pertumbuhan Neoklasik
Solow (Solow, 1956) mengungkapkan bahwa faktor penggerak
perekonomian adalah modal fisik, modal manusia (tenaga kerja), dan teknologi.
Hal ini dijelaskan oleh produktivitas tenaga kerja sebagai komponen penyusun
produksi yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian. Peran manusia dalam pembangunan
mengindikasikan bahwa setiap manusia memiliki peluang yang sama untuk
memberikan kontribusi bagi perekonomian. Hal
ini berkebalikan dengan permasalahan ketimpangan gender yang
menitikberatkan pembangunan ekonomi hanya pada kelompok tertentu.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketimpangan
gender berpengaruh pada perekonomian, Penelitian oleh Sitorus (2016) menemukan
bahwa ketimpangan gender memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
Indonesia dengan arah negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan
ekonomi tidak hanya didorong oleh keberhasilan peningkatan kapabilitas dasar
penduduk laki-laki tetapi juga penduduk perempuan. Hal ini juga ditemukan oleh
Sari et.al (2019), dimana perekonomian secara signifikan dipengaruhi oleh ketimpangan
gender yang diukur dari sisi pendidikan, kesehatan, maupun
ketenagakerjaan dengan arah terbalik.
Secara khusus, ketimpangan gender juga berpengaruh
pada inklusivitas ekonomi. Konsep ekonomi inklusif mengacu pada situasi di mana
semua anggota masyarakat memiliki akses yang sama terhadap peluang ekonomi,
sumber daya, dan manfaat dari pertumbuhan ekonomi, tanpa memandang
pengelompokkan yang ada, termasuk gender. Pertumbuhan ekonomi inklusif memiliki
pengertian bahwa usaha untuk mencapai kemajuan pada pertumbuhan dan pembangunan
negara harus dihasilkan daari kontribusi seluruh rakyat tanpa mengecualikan kelompok
tertentu, khususnya perempuan (Garcia dkk., 2018). Dibandingkan dengan
Pertumbuhan Ekonomi biasa, Pertumbuhan ekonomi inklusif dapat memberikan
gambaran yang lebih tertimbang dan berkelanjutan mengenai pertumbuhan ekonomi
yang terjadi di suatu daerah.
Ekonomi Inklusif diukur dengan Indeks Pembangunan
Ekonomi Inklusif (IPEI) yang diterbitkan oleh Bappenas. Indeks Pembangunan
Ekonomi Inklusif mengukur inklusivitas pembangunan di Indonesia melalui aspek
pertumbuhan ekonomi, ketimpangan dan kemiskinan, serta akses dan
kesempatan. Pada tahun 2021, IPEI provinsi Gorontalo adalah 5,61.
Angka ini diklasifikasikan lebih rendah dibandingkan IPEI nasional yang
mencapai 6,00. Sementara dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain, IPEI
Gorontalo berada di 5 terendah. Hal ini stagnan terjadi pada 5 tahun terakhir.
Adanya ketimpangan gender dapat memengaruhi
inklusivitas ekonomi. Menurut Asian Development Bank (2014), pertumbuhan
inklusif dapat menggambarkan kondisi perekonomian dimana masyarakat
berpartisipasi di dalam pertumbuhan ekonomi, serta mendapatkan benefit dari
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi inklusif merupakan ukuran
yang turut mempertimbangkan pemberdayaan masyarakat pada semua lapisan
masyarakat. Adanya ketimpangan gender berarti membatasi hak dan peluang ekonomi
masyarakat karena stigma gender yang diterima. Misi peningkatkan ekonomi
inklusif yang berarti memberikan akses yang setara teradap
peluang ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan berbagai sumber daya lainnya,
tanpa membeda-bedakan jenis kelaminnya, aakan terhambat dengan adanya ketimpangan
gender.
Sudah banyak penelitian yang menunjukkan adanya
pengaruh ketimpangan gender dan pembangunan ekonomi inklusif. Dalam penelitian
mengenai ketimpangan gender dan pertumbuhan ekonomi inklusif
di Nigeria, Lawanson dan Umar (2019) menemukan bahwa ketimpangan
gender yang diukur dari sisi pendidikan dan ketenagakerjaan memberikan pengaruh
negatif terhadap pertumbuhan ekonomi inklusif. Dalam penelitian yang
berbeda, Adika dan Rahmawati (2021) menemukan bahwa Angka Harapan Hidup (AHH),
Rata Rata Lama Sekolah (RLS) dan Pengeluaran Perkapita perempuan berpengaruh
positif secara signifikan kepada pembangunan ekonomi inklusif dengan nilai yang
lebih besar dibandingkan laki-laki.
Permasalahan mengenai ketimpangan gender dan
pembangunan ekonomi mengindikasikan diperlukannya studi yang
memperlihatkan hubungan keduanya. Meskipun telah banyak penelitian yang
mengungkapkan pengaruh ketimpangan gender terhadap pertumbuhan ekonomi,
sayangnya belum ada penelitian yang memperlihatkan fenomena ini di provinsi
Gorontalo, terlebih dengan menggunakan variabel pembangunan ekonomi inklusif.
Studi mengenai hubungan dan pengaruh ketimpangan gender terhadap pembangunan
ekonomi inklusif sangat dibutuhkan untuk menunjukkan bagaimana solusi bagi
ketimpangan gender dapat menjadi jalan keluar juga bagi permasalahan
inklusivitas perekonomian di provinsi Gorontalo. Berdasarkan hal
tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
ketimpangan gender dan pembangunan ekonomi inklusif, serta pengaruh ketimpangan
gender terhadap pembangunan ekonomi inklusif di provinsi Gorontalo.
2. METODE DAN DATA
Data
Studi ini menggunakan satu variabel dependen dan dua variabel independen yang seluruhnya merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber. Analisis tersaji dalam bentuk deskriptif dan inferensia dengan menggunakan regresi data panel. Penelitian ini menggunakan data panel dengan subjek 6 kabupaten/kota di provinsi Gorontalo dengan deret waktu 2011 hingga 2021, tanpa 2016 dikarenakan keterbatasan data. Jenis data yang digunakan adalah data panel seimbang (balanced panel) sehingga jumlah data yang digunakaan dalam penilitian ini adalah 60 observasi. Untuk menggambarkan ekonomi inklusif, peneliti menggunakan data Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif yang dihasilkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). IPEI dihitung dari 3 pilar yang terdiri dari : Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi, Pemerataan Pendapatan dan Pengurangan Kemiskinan, serta Perluasan Akses dan Kesempatan. Ketiga pilar ini membentuk 8 subpilar yang masing-masingnya menghasilkan komponen pembentuk IPEI. Lebih lanjut, Bappenas memberikan pengelompokkan pada IPEI, dimana indeks bernilai 1-3 dikategorikan sebagai “kurang memuaskan”, 4-7 berkategori “memuaskan”, serta 8-10 dikategorikan “sangat memuaskan".
Sementara untuk
pemilihan variabel independen, peneliti mengambil rujukan dari berbagai sumber.
Variabel ketimpangan gender diwakili oleh Indeks Pembangunan Gender (IPG) yang
dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik. IPG dihitung dengan membandingkan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) perempuan terhadap IPM laki-laki, dimana IPM sendiri
disusun oleh dimensi dasar berupa Umur Panjang dan hidup sehat,
Pengetahuan, dan Standar hidup layak. Semakin tinggi nilai IPG maka semakin
setara kualitas laki-laki dan perempuan, atau dengan kata lain semakin kecil
ketimpangan gender yang terjadi. Penggunaan IPG juga dilakukan oleh (Nazmi dan
Jamal, 2018) sebagai proksi penghitungan ketimpangan gender, bersama IPM.
Selain itu, (Hidayah dan Rahmawati, 2020) juga menggunakan IPG sebagai proksi
ketimpangan gender dalam studi untuk melihat pengaruh ketimpangan gender
terhadap pertumbuhan ekonomi, dimana IPG secara signifikan memengaruhi
pertumbuhan ekonomi, khususnya pada komponen kesehatan dan pendidikan.
Pemilihan IPG sebagai indikator dinilai lebih menggambarkan ketimpangan karena
didalamnya telah terdapat keterbandingan kualitas manusia berdasarkan jenis
kelamin. IPG dapat diformulasikan sebagai
berikut :
IPG= 〖IPM〗_Perempuan/〖IPM〗_(Laki-laki)
Variabel bebas lain yang digunakan adalah sumbangan
pendapatan perempuan. Variabel ini dimasukkan ke dalam penelitian untuk melihat
bagaimana kontribusi pendapatan perempuan dapat berdampak pada inklusivitas
ekonomi. Indikator sumbangan pendapatan perempuan digunakan untuk melihat
dampak pendapatan yang dihasilkan oleh perempuan terhadap inklusivitas
ekonomi. Budi dkk. (2023) menemukan
bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
inklusif.
Pemilihan indikator
sumbangan pendapatan perempuan juga didasarkan pada produktivitas yang menjadi
penyusun modal manusia sebagai input utama dalam perekonomian. Melalui
indikator sumbangan pendapatan perempuan, dapat dilihat pengaruh hasil
produktivita perempuan terhadap perekonomian. Tsani dkk. (2013) menemukan bahwa
peningkatan pendapatan perempuan dapat meningkatkan partisipasi angkata kerja
perempuan, sehingga dapat menambah kontribusi dalam perekonomian. Analisis dari
sisi pendapatan perempuan dapat mendukung pendefnisian peran perempuan dalam
perekonomian.
Analisis
Deskriptif
Analisis deskriptif dalam penelitian ini
dilakukan untuk memberikan penjelasan kondisi umum dari indikator dengan
menyajikan data dalam bentuk tabel dan grafik. IPEI sebagai variabel
terikat dijabarkan melalui perkembangan tahunan serta strukturnya
menurut kabupaten/kota. Hal yang sama juga berlaku
bagi IPG sebagai indikator utama dalam pengukuran ketimpangan
gender, dimana data IPG disajikan dalam bentuk grafik untuk melihat fenomena
ketimpangan gender dan perkembangannya antartahun, serta perbandingan
antarkabupaten/kota.
Analisis
Inferensia
Analisis regresi data panel adalah
metode statistik yang digunakan untuk menganalisis data yang dikumpulkan dari
beberapa unit observasi dalam beberapa periode waktu. Teknik ini memungkinkan
untuk memahami bagaimana variabel independen memengaruhi variabel dependen
dengan variasi lintas subjek dan waktu. Singkatnya, Regresi Data Panel
memungkinkan melihat variasi data antarobservasi dan waktu
(Gujarati, 2004).
Terdapat
tiga jenis pemodelan dalam regresi data panel, yaitu :
Pada
model ini, pengaruh variabel bebas dianggap konstan untuk tiap cross-section
(subjek kabupaten/kota) dan antarwaktu. Pemodelan CEM jika diformulasikan
dengan variabel pada penelitian ini menjadi :
〖IPEI〗_it=α+β_1 〖IPG〗_it+β_2 〖AHH〗_it+β_3 〖PEND_PR〗_it+u_it
Model
ini memperhitungkan efek individu yang dapat dibedakan antarobservasi cross
section dan bersifat tetap antarwaktu. Formulasi pemodelan FEM pada studi ini
adalah :
〖IPEI〗_it=(〖α+μ〗_i)+β_1 〖IPG〗_it+β_2 〖AHH〗_it+β_3 〖PEND_PR〗_it+u_it
Berbeda
dari FEM, model ini menganggap efek individu, namun tidak dihitung
ke dalam intersep melainkan error. Pemodelan REM jika diformulasikan
menggunakan variabel pada penelitian ini adalah :
IPEI〗_it=α+β_1 〖IPG〗_it+β_2 〖AHH〗_it+β_3 〖PEND_PR〗_it+(u_it 〖+μ〗_i)
Untuk memilih model yang sesuai,
dilakukan Uji Chow dan Uji Hausman. Uji Chow digunakan untuk melihat
perubahan struktural berupa efek individu pada model.
Dengan kata lain, uji ini membandingkan Pooled Model dan FEM. Jika yang
terpilih adalah Model FEM, maka berlanjut ke Uji Hausman, untuk membandingkan
pemodelan FEM dan REM (Gujarati, 2004). Hasil pemodelan ini akan membentuk
persamaan regresi yang kemudian dilakukan uji asumsi klasik berupa normalitas
error dan non multikolinearitas.
3. PEMBAHASAN
Analisis Deskriptif
Selama 2011 hingga 2021,
terjadi trend kenaikan pada Indeks Pembangunan Ekonomi Indonesia. Hal ini
menandakan adanya kemajuan dalam inklusivitas ekonomi di provinsi Gorontalo.
Meski begitu terdapat kontraksi di tahun 2020 dikarenakan penurunan kegiatan ekonomi
sebagai akibat dari pandemi COVID 19, dimana terjadi penurunaan pada seluruh
lini ekonomi dunia. Pada tahun 2021, IPEI Provinsi Gorontalo mencapai 5,61,
dimana angka ini mencapai puncak tertingginya dalam 11 tahun terakhir. Menurut
pengelompokkan oleh Bappenas, Provinsi Gorontalo dikategorikan sebagai provinsi
yang memiliki IPEI yang “memuaskan”, dimana IPEI masih masuk dalam
range 4-7 (dari 10 poin maksimal).
Secara struktur penyusun, diketahui bahwa terdapat 3 pilar penyusun IPEI. Dalam 5 tahun berturut-turut, komponen penyusun IPEI terbesar pada Gorontalo adalah pilar Perluasan Akses dan Kesempatan. Pilar ini berfokus pada kapabilitas manusia, infrastruktur dasar, serta keuangan inklusif sebagai sub pilarnya. Jika dilihat dari tabel, dapat diketahui bahwa berbeda dengan dua komponen IPEI lainnya, pilar Perluasan Akses dan Kesempatan justru mengalami peningkatan di tahun 2020. Hal ini mengindikasikan bahwa efek pandemi COVID 19 tidak menyebabkan penurunan di pilar ini, salah satunya dikarenakan penyesuaian yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat justru membuka akses bagi peningkatan kapabilitas mausia, infrastruktur dasar, serta keuangan inklusif.
Sejalan dengan IPEI nya, IPG Provinsi Gorontalo mengalami peningkatan selama 11 tahun terakhir. Sama halnya dengan IPEI, nilai IPG memuncak di tahun 2021. Nilai IPG diintepretasikan sebagai perbandingan IPM perempuan terhadap laki-laki. IPG di tahun 2021 mencapai 87,5 menandakan bahwa rasio IPM perempuan dibandingakan laki-laki adalah 87,5 persen. Dilihat dari IPM nya sendiri, IPM perempuan di tahun 2021 mencapai 62,77 sementara laki-laki mencapai 71,74. Peningkatan IPG mengindikasikan kemajuan karena semakin mengarah pada kesetaraan gender.
Dilihat dari Kabupaten/Kotanya, terlihat trend IPEI yang hampir sama terjadi di seluruh kabupaten/kota di provinsi Gorontalo. IPEI mengalami peningkatan, kecuali di tahun 2020 dikarenakan dampak Pandemi COVID 19. Diketahui bahwa IPEI tertinggi ada di Kota Gorontalo, serta terendah di Kabupaten Gorontalo Utara. Pada tahun 2021, IPEI Kota Gorontalo mencapai 6,1 sementara Kabupaten Gorontalo Utara mencapai 4,72. Seluruh kabupaten/kota di Gorontalo telah memiliki IPEI dengan kategori “memuaskan” sejak 2012, dan belum meningkat ke kategori “sangat memuaskan” hingga kini. Meski begitu, ekonomi inklusif pasca covid 19 sudah berangsur memulih dilihat dari peningkatan angka IPEI di 2021.
Berbeda dari IPEI dimana Pohuwato berada di urutan ketiga tertinggi, IPG Pohuwato justru merupakan yang tertinggi di tahun 2021. Sementara sejalan dengan IPEI nya, IPG Gorontalo Utara juga terklasifikasi sebagai IPG terendah diantara 6 kabupaten/kota Gorontalo. IPG tertinggi meenandakan bahwa ketimpangan gender paling kecil terjadi di Pohuwato. Namun jika dilihat dari nilai IPM nya sendiri, IPM Pohuwato laki-laki dan perempuan bukan yang tertinggi. Hal ini dapat terjadi mengingat IPG merupakan rasio antara IPM perempuan dan laki-laki. Sehingga ketika nilai IPG nya tinggi, artinya disparitas antara IPM perempuan dan laki-lakinya kecil, meskipun IPM perempuan dan laki-lakinya bukan yang tertinggi di Provinsi Gorontalo. Urutan IPG Pohuwato tertinggi juga terjadi di setiap tahun selama 5 tahun terakhir.
Analisis Inferensia
Dalam menentukan pemodelan terbaik untuk menghasilkan persamaan regresi panel, penelitian ini melakukan 2 uji untuk membandingkan 3 pemodelan yang mungkin dilakukan. Pada Uji Chow dan Uji Hausman dengan tingkat signifikansi 5%, kesimpulan yang dapat ditarik adalah pemodelan IPEI, IPG, dan sumbangan pendapatan perempuan paling baik dilakukan dengan Random Effect Model (REM). Setelah persamaan regresi didapatkan, dilakukan Uji Asumsi Klasik dimana regresi terbukti aman dari pelanggaran normalitas error, dengan statistik uji Jarque-Berra yang memiliki p-value melebih 0,05, serta tidak melanggar asumsu multikolinearitas dengan nilai VIF seluruhnya lebih kecil dari 10.
Hasil
Persamaan Regresi Data Panel
Dengan
metode REM, didapatkan persamaan regresi data panel sebagai berikut:
(IPEI)
̂_it=-1,48+0,04(〖IPG〗_it )^*+0,1〖〖(PEND_PR〗_it)〗^*+(μ_i ) ̂
*signifikan pada taraf 5%
Salah satu pembeda pemodelan REM dengan
yang lainnya adalah keberadaan estimator error individu , dimana error ini bersifat bervariasi untuk
masing-masing observasi,yaitu dalam penelitian ini berupa kabupaten/kota. Error
individu menunjukkan efek lain yang tidak terjelaskan didalam model. Pada
persamaan yang menunjukkan pengaruh ketimpangan gender terhadap IPEI di
provinsi Gorontalo, beberapa provinsi menghasilkan error individu yang bersifat
positif, diantaranya adalah Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo. Hal ini
menandakan bahwa pengaruh lain yang tidak terjelaskan memberi efek positif yang
menambahkan IPEI. Sementara error individu yang bersifat mengurangi (minus)
dimiliki oleh Kabupaten Boalemo, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Gorontalo Utara, serta
Kabupaten Pohuwato. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat faktor tetap lain di
kabupaten/kota tertentu yang dapat memberikan pengaruh positif ataupun negatif kepada IPEI kabupaten/kota di Gorontalo.
Dilihat dari signifikansi koefisien regresi pada
variabel yang digunakan dalam penelitian ini, hasil regresi data panel
menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi 5%, terdapat pengaruh positif pada
Indeks Pembangunan Gender terhadap Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif di
provinsi Gorontalo. Hal ini memperlihatan bahwa semakin setara
kualitas perempuan dan laki-laki, atau dengan kata lain semakin kecil
ketimpangan gender, maka semakin tinggi pertumbuhan ekonomi inklusif, dan
sebaliknya. Koefisien regresi dari IPG adalah 0,03. Hal ini berarti tiap 1 poin
kenaikan IPG akan meningkatkan IPEI sebesar 0,03 poin. Meningkatnya kesetaraan
gender membuktikan bahwa aspek ketimpangan serta akses dan kesempatan yang sama
akan membawa dampak yang positif (Adika dan Rahmawati, 2021).
Peningkatan kesetaraan
gender dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi inklusif melalui ketiga piarnya.
Peningkatan kesetaraan gender dapat meningkatkan Pertumbuhan dan Perkembangan
Perekonomian melalui pemanfaatan sumber daya secara maksimal tanpa
memandang gender. Selain itu, pemanfaatan sumber daya secara maksimal juga akan
berpengaruh pada Pemerataan Pendapatan dan
Pengurangan Kemiskinan serta mendorong Perluasan Akses dan Kesempatan.
IPG didefinisikan sebagai perbandingan IPM
perempuan dan laki-laki. Secara umum, perbedaan IPM terjadi karena perbedaan
kualitas pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan. Sehingga
peningkatan IPG menitikberatkan pada peningkatan kualitas penyusun IPM,
diantaranya kesehatan, pendidikan, dan ketenagakerjaan, khususnya pada
perempuan. Menurut Moser (1993), disamping peran reproduktif
untuk melanjutkan generasi, perempuan juga berperan dalam aktivitas produktif
secara ekonomi serta pengelolaan komunitas. Hal ini menandakan bahwa hasil
penelitian ini mendukung pemberdayaan wanita dalam dunia ekonomi di Provinsi
Gorontalo dapat berkontribusi terhadap peningkatan ekonomi inklusif. Pengaruh positif IPG terhadap
IPEI sejalan
dengan penelitian oleh Budi (2023) yang menemukan bahwa variabel kesetaraan
gender yang diukur dengan IPG juga memiliki pengaruh positif terhadap ekonomi
inklusif di
Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keadilan gender dengan
memanfaatkan partisipasi perempuan dalam perekonomian berperan penting dalam
mendorong pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Penitikberatan solusi
ketimpangan gender pada indikator yang melibatkan perempuan didasarkan oleh
hasil temuan yang memperlihatkan potensi jalan keluar permasalahan ketimpangan
gender dan khususnya pembangunan ekonomi inklusif dikarenakan selama ini, diduga ketimpangan yang terjadi
dialami oleh perempuan.
Secara umum, hubungan
ketimpangan gender dan ekonomi inklusif juga ditemukan dalam penelitian oleh
Aktaria (2011), dimana ketimpangan gender yang diukur dengan membagi IPM dan
IPG menunjukkan hubungan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa
Tengah. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam untuk meningkatkan
perekonomian maka perlu menurunkan ketimpangan, dan hal ini dapat
dicapai dengan cara meningkatkan IPG sebagai denominatornya.
Dari sisi pendidikan,
peningkatan kualitas perempuan dapat dilakukan dengan peningkatan Pendidikan
perempuan, dimana rate of return Pendidikan perempuan lebih
tinggi dibandingkan laki-laki (Obiageli dkk., 2022). Menurut Seguino (2008),
kesenjangan gender dapat mengurangi modal manusia, dikarenakan peluang untuk
menghalangi bakat-bakat perempuan berkualifikasi tinggi yang akhirnya tidak
bisa dimanfaatkan. Penelitian lain oleh Deris dan Nuryadin (2022) juga
menemukan bahwa peningkatan rasio lama sekolah perempuan terhadap laki-laki
memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara positif sehingga perluasan kesempatan
pendidikan untuk perempuan sangat penting dalam meningkatkan inklusivitas
ekonomi. Selain itu, kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi
perempuan bukanlah sesuatu yang baru. Hasil penelitian oleh Amin dan Adiansyah
(2018) menunjukkan bahwa 94,87% mahasiswa setuju bahwa perempuan memiliki peran
dan eksistensi dalam pendidikan dan ekonomi dalam menghadapi era industri 4.0.
Dari sisi Kesehatan,
peningkatan kesehatan perempuan dapat mengurangi ketimpangan gender dan
meningkatkan perekonomian. Kesehatan
merupakan komponen utama penyusun kualitas manusia, dimana pemanfaatannya dapat
memaksimalkan produktivitas dalam berkontribusi terhadap perekonomian. Hal
ini ditemukan oleh Sari et.al, (2019) yang dalam penelitiannya
mengungkapkan bahwa kesehatan yang diwakili oleh rasio AHH perempuan
dan laki-laki berpengaruh positif terhadap PDRB di Jawa Tengah. Pengaruh
positif Rasio AHH perempuan dan laki-laki menjelaskan makna bahwa
pembangunan ekonomi inklusif dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kesehatan
perempuan dengan lebih memerhatikan kualitas kesehatan perempuan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Adika dan Rahmawati (2021) yang menemukan bahwa AHH perempuan lebih berpengaruh
positif dan signifikan terhadap IPEI di Indonesia dibandingkan AHH
laki-laki. Hubungan ini dijelaskan oleh Rahmawati dan Hidayah (2020) yang dalam
penelitiannya menduga bahwa bahwa harapan hidup perempuan dapat membuka jalan
atas kesempatan bagi perempuan dalam kontribusinya dibidang perekonomian.
Semakin tinggi kualitas kesehatan perempuan, maka makin
besar keesempatannya untuk berkontribusi di dalam perekonomian yang menyeluruh
dan inklusif.
Ketimpangan gender juga memengaruhi inklusivitas
ekonomi dari sisi ketenagakerjaan. Hal ini karena peranan perempuan pada pasar
tenaga kerja dapat menjadi penyumbang perekonomian. Menurut Fatema (2009),
peningkatan TPAK Perempuan akan berimbas pada peningkatan ekonomi, pengurangan
kesenjangan dalam Pendidikan, serta peningkatan taraf kesehatan. Hal ini
mengindikasikan adanya hubungan antara TPAK dengan berbagai bidang lain yang
dapat menjadi stimulan perekonomian. Peningkatan TPAK perempuan dinilai
sangat penting dalam memperbesar pendapatan yang diterimanya.
Persamaan regresi dalam penelitian ini juga
menunjukkan bahwa sumbangan pendapatan perempuan berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi inklusif provinsi Gorontalo, menandakan bahwa output yang
dihasilkan oleh perempuan berkontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi
inklusif. Koefisien pada hasil persamaan menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1
persen sumbangan pendapatan perempuan akan meningkatkan IPEI sebesar 0,09
poin. Hal ini sejalan dengan Budi (2023) yang menemukan bahwa sumbangan pendapatan
perempuan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap IPEI Indonesia.
Adanya ketimpangan gender memungkinkan rekonstruksi
peluang perempuan dalam mengoptimalkan kapasitas diri untuk menghasilkan
pendapatan yang lebih tinggi. Selain itu, rendahnya pendapatan perempuan juga
bisa dikarenakan rendahnya produktivitas perempuan. Hal ini berhubungan dengan
peran perempuan yang masih menitikberatkan pada urusan rumah tangga. Selama
ini, kemampuan perempuan dalam menghasilkan kontribusi dalam ketenagakerjaan
terbatasi oleh norma sosial mengenai gender yang mendesain mereka sebagai caretaker dalam
rumah tangga, dimana pekerjaan tidak dibayar ini membelenggu partisipasi
perempuan dalam pekerjaan dibayar yang mungkin dilakukannya (Seguino, 2008).
4.
KESIMPULAN
Ketimpangan
gender di provinsi Gorontalo masih terjadi, hal ini ditandai dengan nilai IPG
yang masih di bawah 100 di seluruh kabupaten/kota. Permasalahan ketimpangan
gender dapat menghambat Gorontalo dalam memetik manfaat dari pembangunan
ekonomi secara penuh. Adanya ketimpangan gender membuat pencapaian pembangunan
ekonomi inklusif menjadi terhambat, dimana kondisi Indeks Pembangunan Ekonomi
Inklusif (IPEI) di Gorontalo menunjukkan peningkatan namun cenderung
mengalami stagnansi dalam 6 terendah selama beberapa tahun terakhir. Penelitian
ini menemukan bahwa IPG sebagai proksi dari kesetaraan gender,
berpengaruh signifikan positif terhadap IPEI, dimana makin tinggi nilai IPG
(makin rendah ketimpangan) maka makin tinggi juga IPEInya. Temuan ini menekankan
pentingnya memastikan keadilan gender untuk dapat tercapai dalam rangka
memetik pembangunan
ekonomi inklusif yang maksimal dan dapat dikategorikan “sangat
memuaskan”. Selain itu, penelitian juga mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh positif yang
signifikan pada sumbangan pendapatan perempuan terhadap IPEI. Hal ini
menandakan peningkatan IPEI melalui peningkatan IPG juga dapat dilakukan
utamanya pada peningkatan kualitas kesehatan perempuan serta memaksimalkan
kontribusi pendapatan oleh perempuan.
Dari hasil penelitian, dapat dijabarkan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan oleh pemangku kebijakan, diantaranya adalah :
Berita Terkait
Apel Siaga Sensus Ekonomi BPS Provinsi Gorontalo 2016
REKRUTMEN CALON PETUGAS REGISTRASI SOSIAL EKONOMI (REGSOSEK) KOTA GORONTALO TAHUN 2022
Asistensi Penyusunan Metadadata BPS Kota Gorontalo bersama Pemerintah Kota Gorontalo
Menilik Angka Inflasi Kota Gorontalo
REKRUTMEN MITRA PEMETAAN ST2023 KOTA GORONTALO
Pelatihan Pembuatan Infografis BPS Kota Gorontalo
Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik Kota GorontaloJalan Dewi Sartika No. 21
Kota Tengah
Kota GorontaloTelp. (0435)-821956
Fax: (0435)-826644
E-mail: bps7571@bps.go.id